kopi kind cup
Selasa, 27 Mei 2014
Rabu, 14 Mei 2014
Pendidikan Ekonomi
TUGAS
MANDIRI PENDIDIKAN
EKONOMI
TENTANG
PERMASALAHAN PENGELOLAAN DANA, BIAYA, SERTA KUALITAS
PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DALAM RANGKA
MEMBANGUN PENDIDIKAN YANG LEBIH POTENSIAL DAN BERMUTU
DISUSUN OLEH:
ABDUL AZIZ
NIM:
11316103214
DOSEN
PENGAMPU:
INDAH WATI, S. Pd, M.Pd. E
PENDIDIKAN
EKONOMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan rahmat dan karunianya ,sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mandiri saya yang berjudul “PERMASALAHAN PENGELOLAAN DANA, BIAYA, SERTA KUALITAS
PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DALAM RANGKA
MEMBANGUN PENDIDIKAN YANG LEBIH POTENSIAL DAN BERMUTU”.
Tugas
ini diajukan untuk memenuhi tugas mandiri yang telah ditetapkan oleh Ibu Indah
Wati, S.Pd, M.Pd. E selaku dosen pengampu didalam mata kuliah Pendidikan
Ekonomi. Selain itu, tugas ini disusun juga untuk
menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai sejauh mana ketepatan kebijakan
pemerintah dalam menciptakan pendidikan yang bermutu.
Akhirnya penulis berharap agar tugas ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca,
dan penulis menyadari bahwa tugas ini
jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan tangan terbuka penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas ini ke
depan nya.
Pakanbaru, 21 Maret 2014
Wassalam,
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I
PERMASALAHAN.................................................................................... 1
A. Permasalahan
Biaya dan Kualitas Pendidikan..................................................... 1
B. Permasalahan
Pengelolaan Dana dan Anggaran Untuk Pendidikan.................... 2
C. Permasalahan
Eksternal Pendidikan Masa Kini................................................... 3
D. Permasalahan
Internal Pendidikan Masa Kini..................................................... 4
BAB II PEMECAHAN........................................................................................... 6
BAB
III KESIMPULAN......................................................................................... 9
BAB 1 PERMASALAHAN
A.
Permasalahan Biaya dan Kualitas
Pendidikan
Pendidikan
bukan merupakan kegiatan yang murah, karena pelaksanaan proses pendidikan yang
efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga, dan
biaya, tepat sasaran dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Berbicara
mengenai biaya dan kualitas mutu pendidikan, dapat kita jabarkan melalui contoh
berikut:
Dua
orang anak yang memiliki kemampuan kecakapan yang sama, kecerdasan yang sama,
dengan score test yang sama-sama
tinggi lolos mengikuti seleksi, diterima masuk sebuah perguruan tinggi. Secara
rasional kedua anak ini memiliki peluang yang sama untuk menyelesaikan
pendidikan pada lembaga yang sama, sesuai dengan tuntutan belajarnya. Namun, dalam
kenyataannya tidak demikian, karena peran biaya besar pengaruhnya terhadap
pendidikan. Anak yang keluarganya memiliki biaya cukup akan sanggup membiayai
pendidikan yang lebih baik dengan tenggang waktu yang lebih lama dibanding anak
dari keluarga yang kurang mampu.
Contoh
kasus diatas menarik untuk diperhatikan dalam masalah peranan biaya dan mutu
pendidikan , sebab walaupun peluang belajar dan kemampuan menyelesaikan
pendidikan dari kedua anak tersebut sama besar, namun anak yang satu gagal
karena tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar pendidikannya. Sementara
yang seorang dapat menyelesaikan pendidikan sampai lulus karena memiliki biaya
pendidikan yang cukup. Kemampuan dan kecerdasan sesungguhnya merupakan modal
dasar untuk belajar, tetapi ternyata tidak demikian bagi anak yang kurang mampu
ekonominya. Anak yang memiliki cukup peluang untuk bisa bertahan dalam belajar,
menjadi gagal karena ketiadaan biaya untuk belajar.
Pendidikan
memang memerlukan biaya, pendidikan tidak bisa gratis, latar belakang
sosio-ekonomi seorang anak dalam keluarga nya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pendidikan. Sebab, biaya belajar berpengaruh terhadap kesanggupan
seseorang dalm menyelesaikan semua program pendidikannya.
B.
Permasalahan Pengelolaan Dana dan
Anggaran Untuk Pendidikan
Biaya
pendidikan merupakan biaya yang harus dikeluarkan baik perorangan/individu,
keluarga yang menanggung anak yang sedang belajar, masyarakat, maupun oleh
lembaga penyelenggara pendidikan untuk memperoleh pendidikan yang
diinginkannya.
Salah
satu cara agar seorang anak yang memiliki potensi dalam belajarnya untuk
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi adalah melalui program pemerintah,
yakni dalam bentuk beasiswa bagi anak-anak yang cerdas dan berpotensi dalam
belajar. Sehingga keterbatasan ekonomi keluarga yang tidak mencukupi bukanlah
menjadi penghambat pendidikan anak yang berpotensi dan berpeluang untuk terus
mengecap pendidikan nya ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam hal ini pemerintah
memegang tanggung jawab besar terhadap pembiayaan anak-anak berprestasi yang
tidak mampu membiayai pendidikannya sendiri dikarenakan keterbatasan ekonomi
keluarganya.
Yang
menjadi persoalan dalam hal ini adalah sejauh mana sudah pemerintah memberikan
pembiayaaan terhadap anak bangsa berprestasi yang tidak mampu dalam hal ekonomi
pembiayaan pendidikan, secara fakta
memang pemerintah telah menyediakan
pembiayaan terhadap anak-anak berprestasi, namun itu setelah anak tersebut
memasuki jenjang sekolah menengah atas, sedangkan masih banyak terdapat kasus
anak berprestasi yang putus sekolah dimasa pendidikan dini yaitu masih dalam
masa pendidikan sekolah dasar dikarenakan faktor ekonomi keluarga yang tidak
memadai. Sepertinya pemerintah belum sepenuhnya menerapkan UU No. 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, pasal 11 ayat 2 yang berbunyi: “Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun. Selanjutnya pasal 12 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya
tidak mampu membiayai pendidikannya. Setiap peserta didik berkewajiban ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pemerintah di nilai kurang memfokuskan mutu serta biaya
pendidikan yang lebih potensial.
C.
Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa
Kini
v Permasalahan Globalisasi
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya
kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya,
globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi
dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan,
globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam
pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan
kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala kearah itu sudah mulai
Nampak.
Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di
Indonesia sudah menerapkan sistem Manajemen Mutu (Quality Management Sistem)
yang berlaku secara internasional dalam pengelolaan manajemen sekolah mereka,
yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak diantaranya yang sudah menerima sertifikat
ISO. Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan
aktual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama
menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini
telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari
keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif
(competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber
daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122).
v Permasalahan Perubahan Sosial
Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di
dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah; satu-satunya yang abadi
adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan sosial merupakan peristiwa
yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan sosial yang berjalan lambat
dan ada pula yang berjalan cepat. Bahkan salah satu fungsi pendidikan,
sebagaimana dikemukakan di atas, adalah melakukan inovasi-inovasi sosial, yang
maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan sosial. Fungsi pendidikan
sebagai agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru melahirkan
paradoks.
Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuensi
dari perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa
ini, perubahan sosial berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan
dan laju perubahan pendidikan. Sebagai akibatnya, fungsi pendidikan sebagai
konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu mengantisipasi
perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28).
D. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini
v Permasalahan Sistem Kelembagaan Pendidikan
Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan
yang dimaksud dengan uraian ini ialah mengenai adanya dualisme atau bahkan
dikotomi antar pendidikan umum dan pendidikan agama. Dualisme dikotomi sistem
kelembagaan pendidikan yang berlaku di negeri ini kita anggap sebagai
permasalahan serius, bukan saja karena hal itu belum bisa ditemukan solusinya
hingga sekarang, melainkan juga karena ia, menurut Ahmad Syafii Maarif (1987:3)
hanya mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang”. Jenis pendidikan yang
pertama melahirkan sosok manusia yang berpandangan sekuler, yang melihat agama
hanya sebagai urusan pribadi. Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan
sosok manusia yang taat, tetapi miskin wawasan. Dengan kata lain, adanya
dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kendala
untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”.
v Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan
pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun
kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk
meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto (2006: 1), “guru memiliki
peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita
aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun
fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas
dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru
sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa
“digugu dan ditiru”.
v Permasalahan Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto (2006: 15-16) era globalisasi
dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran
yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah
paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma
pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat
pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi
guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau
pengetahuan.
Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi
pembelajaran tradisional ini sebagai strategi pelajaran dalam “gaya bank”
(banking concept). Di pihak lain strategi pembelajaran baru digambarkan oleh
Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak media,
berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid
berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta
pembuatan keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model
pembelajaran baru ini disebut oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi
pembelajaran “hadap masalah” (problem posing).
BAB 11 PEMECAHAN
”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini
sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, —
sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite
Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih
luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang
berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang
sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi
momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen
ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa
negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya
pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya
pendidikan. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya,
tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap
warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk
mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru
ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan
alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.
Dalam hal pendidikan, pemerintah memiliki
peran dan tanggungjawab besar bagi menciptakan pendidikan yang potensial dan
bermutu, sebagaimana yang tertera dalam Bab VIII Wajib Belajar pasal 34 UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Setiap warga
negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar;
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar
merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada
sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat
oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.
Berlandaskan pasal 34, 11 ayat 2 dan pasal 12
ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tersebut, menurut saya, seharusnya pemerintah lebih
memfokuskan dan menerapkan urgensi pendidikan yang bermutu dan lebih potensial
dengan biaya yang tidaklah terlalu tinggi. Karena dinegara-negara berkembang
lainnya seperti di Jerman dan Prancis, pendidikan disana bermutu tinggi namun
biaya pendidikan nya rendah. Mengapa hal demikian bisa terjadi disana? Karena
di Negara tersebut pendidikan merupakan kunci utama dalam pergerakan kemajuan
bangsa, secara otomatis pemerintah akan memproritaskan mutu pendidikan serta
menyiapkan dan mengelola anggaran dana pembiayaan bagi pelajar kurang mampu
sebaik mungkin.
Nah, bagaimana dengan diIndonesia? Rasa nya
jika kita melihat fakta yang ada, Indonesia belum sepenuhnya menerapkan UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut, buktinya masih banyak
anak-anak bangsa yang tidak mengecap pendidikan di usia dini karena
ketidakmampuan ekonomi, banyak nya pelajar berprestasi yang tidak dibiayai
proses pendidikannya, serta besarnya potongan biaya pendidikan bagi pelajar
yang mendapatkan beasiswa. Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan perundang-undangan
yang cukup baik bagi terselenggaranya pendidikan yang potensial dan bermutu,
namun masih ada aparatur pemerintah nya yang tidak sepenuhnya menjalankan
tanggungjawab sesuai UU, adanya penyelewengan, adanya korupsi, dan
tindakan-tindakan kejahatan lainnya yang merugikan Negara dan berdampak bagi
pendidikan.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah
untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan
menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan
Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kualitas SDM
yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang
tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti
pengangguran.
Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat
dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga
pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan
yang siap untuk menghadapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana
pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien.
Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi
dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir
dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha
penghematan waktu dan tenaga.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Motivasi seseorang akan di tentukan oleh stimulusnya. Stimulus yang dimaksud disini adalah mesin penggerak motivasi seseorang sehingga meni...